SEMANGAT MILITANSI KAUM “BAWAH TANAH”
“Bawah tanah” secara harfiah bila diterjemahkan dalam bahasa inggris berarti “Underground”, yang secara istilah dapat diartikan sebagai sebuah gerakan yang dilakukan oleh sebagian oaring dari bawah atau sembunyi-sembunyi, atau bias juga berarti gerakan yang menyimpang dari jalur mainstream. Dan masih banyak pengertian yang ada lainya. Istilah Underground digunakan oleh berbagai kalangan, antara lain; pemusik, Hacker dan cracker dalam dunia maya, para politikus yang bertentangan dengan pihak penguasa, dan bahkan para mafia, geng-geng atau para triad. Tentu saja penggunaan istilah underground pada tiap kalangan berbeda. Ada yang bertujuan baik, dan juga bertujuan buruk. Kaum Underground ini biasanya berisikan orang-orang yang idealis, tidak mau merubah pendirian, dan seringt kali bertentangn atau tidak sejalan dan seiring dengan kaedah yang berlaku pada umumnya. Pada kesempatan kali ini saya akan sedikit membicarakan kaum “bawah tanah” di bidang musik, khususnya di Indonesia.
Secara garis besar genre musik yang dapat dikategorikan atau yang masuk di jalur Underground adalah genre rock/metal dan punk, yang nantinya berkembang menjadi berbagai subculture atau subgenre musik, termasuk pula fusion dan mixing diantara dari dua akar besar musik ekstrem itu. Benih-benih musik underground di Indonesia sudah mulai nampak di akhir 80-an yang berkembang dari kota Jakarta. Tercatat nama band-band gaek macam Rotor, Noxa, Roxx, Suckerhead, Tengkorak, dan lain-lain. Lalu embrio musik itu mulai berkembang perlahan tapi pasti. Scene musik Underground mulai merambah pula ke kota besar lain di Indonesia, seperti Bandung, Jogjakarta, Solo, Malang, Surabaya dan Bali. Biasanya tiap-tiap kota ini mempunyai komunitas tersendiri. Seperti Ujung Rebel di Bandung dan Jogja Corpse Grinder, dll. Walau musik-musik jalur Underground terbagi dalam berbagai subgenre, namun semua subgenre itu mampu bersatu dalam suatu wadah atau sama-sama mengusung panji Underground. Masing-masing komunitas ini rutin menggelar pentas-pentas musik baik yang berskala kecil seperti studio gigs sampai event berskala besar. Selain dilakukan secara kolektif, mereka juga sering menggandeng sponsor. Tak cukup sampai disitu, mereka juga membuat usaha-usaha lain dalam upayanya mengembangkan musik underground. Usaha itu mencakup pendirian Distro Clothing, Rockshop, Studio musik, label-label independent dan juga event organizer. Bahkan mereka juga merambah usaha yang tak berkaitan dengan dunia musik seperi warnet dan toko buku,dll. Laba yang berhasil dikumpulkan digunakan untuk pengembangan musik underground.
Berbagai cara dilakukan para underground ini untuk lebih mengenalkan musik-musik mereka untuk khalayak ramai. Beberapa diantaranya seperi, merambah di radio-radio local, menerbitkan newsletter dan fanzine, membuat webzine dan magazine, serta menjalin relationship melalui internet atau situs jejaring sosial. Menarik memang bila melihat corak warna kegiatan dari komunitas ini. Tingkat kesuksesan mereka dalam usahanya bias dikatakan cukup signifiakan, mengingat hambatan yang ada sangatlah besar. Kesuksesan dapat dilihat dari semakin bertambahnya animo masyarakat terhadap musik ini, serta semakin terbukanya masyarakat dalam menerima sebuah aliran musik ekstrem. Masyarakat di kota-kota besar tampaknya mulai terbiasa dengan suara-suara bising nan menghentak dari musik itu sendiri. Ada banyak hal menarik seputar musik underground, seperti di salah satu radio lokal kota Solo, “Solo Radio.” Radio itu, selain membuat acara khusus yang memutar musik ekstrem di acara “Smash Your Ass”, mereka juga memutar musik-musik ekstrem itu disela-sela pemutaran musik mainstream di acara yang lain. “ di Solo Radio, kalias bisa dengarkan lagunya Bandoso bersamaan lagunya Viera, hahahahaha “ Seloroh Adjie, Salah satu penyiar disana yang juga nerupakan pentolan band hardcore/metal DOWN FOR LIFE, band terpanas di kota solo saat ini.
Dari tahun ke tahun, sampai dewasa ini, tantangan yang dihadapi kian berat. Khususnya setelah kejadian di gedung AACC, Bandung. Konser berdarah yang menewaskan 11 korban ini mendapat sorotan besar-besaran dari berbagai pihak. Bahkan sempat terekspos oleh media internasional ( BBC, AOL, CNN, Blobbermouth, dll). Hal itu menjadikan bekas luka yang tak kunjung hilang dari komunitas underground ini sendiri. Padahal hanya sekali itu saja konser underground berakhir menyedihkan. Tak cukup itu saja, pemerintah kota bendung pun langsung merespon dengan mem-banned segala hal yang berbau Underground. Hal itu sempat mematikan kreativitas seni dari anak-anak Ujung Berung. Sempat mati suri selama beberapa waktu, komunitas itu mulai menggeliat kembali seperti bangkit dari kubur. Walau mereka tak lagi dapat mementaskan acara musik di Bandung, tapi mereka tetap dapat bermain musik di luar kota Bandung. Burgerkill, salah satu band pentolan dari Ujung Berung bahkan sempatmelakukan tur konser di Australia.
Menilik sebuah prestasi dari band-band Underground ini, memang patut diacungi jempol. Apalagi bila dibandingkan dengan band-band mayor label yang mengikuti mainstream. Band-band mainstream bisa disebut hanya mampu berjaya di negeri sendiri dan melempem di dunia internasional. Saat ini sudah banyak duta Underground yang membawa harumnya nama bangsa Indonesia di kancah musik dunia. Jasad, Tengkorak, Noxa, Burgerkill, Makam, Siksa Kubur adalah sebagian kecil nama band-band local kita yang sudah bertaraf internasional. Tidak seperti kebanyakan band-band mainstream, yang biasanya manggung di luar negeri, tapi ternyata di undang oleh WNI yang tinggal disana. Itupun hanya terbatas di Malaysia(malingsia) dan Singapura, yang notabene masih saudara serumpun dengan kita. Ironis memang, Underground denagn segudang prestasinya hanya di pandang sebelah mata, tak pernah mandapat publikasi yang baik dari media-media dalam negeri. Mereka masih tetap jadi lahan cercaan dan kritikan dari pihak-pihak yang skeptis dan tidak suka terhadap musik ini. Media di Indonesia lebih suka menjual berita-berita sampah kawin cerainya vokalis band-band mainstream atau berita perselingkuhan. Tercatat, mungkin hanya TV-ONE yang sempat mempublikasikan scene Underground ini. Meski hanya ditayangkan dalam durasi waktu yang singkat kan tetapi hal itu sudah menjadi gejala positive bagi kemajuan scene ini. Nantinya saya harap semua media di Indonesia mau untuk ikut mempublikasikan scene musik Underground dan segala hal di dalamnya. MAJU UNDERGROUND KITA, HELL YEAH!
Secara garis besar genre musik yang dapat dikategorikan atau yang masuk di jalur Underground adalah genre rock/metal dan punk, yang nantinya berkembang menjadi berbagai subculture atau subgenre musik, termasuk pula fusion dan mixing diantara dari dua akar besar musik ekstrem itu. Benih-benih musik underground di Indonesia sudah mulai nampak di akhir 80-an yang berkembang dari kota Jakarta. Tercatat nama band-band gaek macam Rotor, Noxa, Roxx, Suckerhead, Tengkorak, dan lain-lain. Lalu embrio musik itu mulai berkembang perlahan tapi pasti. Scene musik Underground mulai merambah pula ke kota besar lain di Indonesia, seperti Bandung, Jogjakarta, Solo, Malang, Surabaya dan Bali. Biasanya tiap-tiap kota ini mempunyai komunitas tersendiri. Seperti Ujung Rebel di Bandung dan Jogja Corpse Grinder, dll. Walau musik-musik jalur Underground terbagi dalam berbagai subgenre, namun semua subgenre itu mampu bersatu dalam suatu wadah atau sama-sama mengusung panji Underground. Masing-masing komunitas ini rutin menggelar pentas-pentas musik baik yang berskala kecil seperti studio gigs sampai event berskala besar. Selain dilakukan secara kolektif, mereka juga sering menggandeng sponsor. Tak cukup sampai disitu, mereka juga membuat usaha-usaha lain dalam upayanya mengembangkan musik underground. Usaha itu mencakup pendirian Distro Clothing, Rockshop, Studio musik, label-label independent dan juga event organizer. Bahkan mereka juga merambah usaha yang tak berkaitan dengan dunia musik seperi warnet dan toko buku,dll. Laba yang berhasil dikumpulkan digunakan untuk pengembangan musik underground.
Berbagai cara dilakukan para underground ini untuk lebih mengenalkan musik-musik mereka untuk khalayak ramai. Beberapa diantaranya seperi, merambah di radio-radio local, menerbitkan newsletter dan fanzine, membuat webzine dan magazine, serta menjalin relationship melalui internet atau situs jejaring sosial. Menarik memang bila melihat corak warna kegiatan dari komunitas ini. Tingkat kesuksesan mereka dalam usahanya bias dikatakan cukup signifiakan, mengingat hambatan yang ada sangatlah besar. Kesuksesan dapat dilihat dari semakin bertambahnya animo masyarakat terhadap musik ini, serta semakin terbukanya masyarakat dalam menerima sebuah aliran musik ekstrem. Masyarakat di kota-kota besar tampaknya mulai terbiasa dengan suara-suara bising nan menghentak dari musik itu sendiri. Ada banyak hal menarik seputar musik underground, seperti di salah satu radio lokal kota Solo, “Solo Radio.” Radio itu, selain membuat acara khusus yang memutar musik ekstrem di acara “Smash Your Ass”, mereka juga memutar musik-musik ekstrem itu disela-sela pemutaran musik mainstream di acara yang lain. “ di Solo Radio, kalias bisa dengarkan lagunya Bandoso bersamaan lagunya Viera, hahahahaha “ Seloroh Adjie, Salah satu penyiar disana yang juga nerupakan pentolan band hardcore/metal DOWN FOR LIFE, band terpanas di kota solo saat ini.
Dari tahun ke tahun, sampai dewasa ini, tantangan yang dihadapi kian berat. Khususnya setelah kejadian di gedung AACC, Bandung. Konser berdarah yang menewaskan 11 korban ini mendapat sorotan besar-besaran dari berbagai pihak. Bahkan sempat terekspos oleh media internasional ( BBC, AOL, CNN, Blobbermouth, dll). Hal itu menjadikan bekas luka yang tak kunjung hilang dari komunitas underground ini sendiri. Padahal hanya sekali itu saja konser underground berakhir menyedihkan. Tak cukup itu saja, pemerintah kota bendung pun langsung merespon dengan mem-banned segala hal yang berbau Underground. Hal itu sempat mematikan kreativitas seni dari anak-anak Ujung Berung. Sempat mati suri selama beberapa waktu, komunitas itu mulai menggeliat kembali seperti bangkit dari kubur. Walau mereka tak lagi dapat mementaskan acara musik di Bandung, tapi mereka tetap dapat bermain musik di luar kota Bandung. Burgerkill, salah satu band pentolan dari Ujung Berung bahkan sempatmelakukan tur konser di Australia.
Menilik sebuah prestasi dari band-band Underground ini, memang patut diacungi jempol. Apalagi bila dibandingkan dengan band-band mayor label yang mengikuti mainstream. Band-band mainstream bisa disebut hanya mampu berjaya di negeri sendiri dan melempem di dunia internasional. Saat ini sudah banyak duta Underground yang membawa harumnya nama bangsa Indonesia di kancah musik dunia. Jasad, Tengkorak, Noxa, Burgerkill, Makam, Siksa Kubur adalah sebagian kecil nama band-band local kita yang sudah bertaraf internasional. Tidak seperti kebanyakan band-band mainstream, yang biasanya manggung di luar negeri, tapi ternyata di undang oleh WNI yang tinggal disana. Itupun hanya terbatas di Malaysia(malingsia) dan Singapura, yang notabene masih saudara serumpun dengan kita. Ironis memang, Underground denagn segudang prestasinya hanya di pandang sebelah mata, tak pernah mandapat publikasi yang baik dari media-media dalam negeri. Mereka masih tetap jadi lahan cercaan dan kritikan dari pihak-pihak yang skeptis dan tidak suka terhadap musik ini. Media di Indonesia lebih suka menjual berita-berita sampah kawin cerainya vokalis band-band mainstream atau berita perselingkuhan. Tercatat, mungkin hanya TV-ONE yang sempat mempublikasikan scene Underground ini. Meski hanya ditayangkan dalam durasi waktu yang singkat kan tetapi hal itu sudah menjadi gejala positive bagi kemajuan scene ini. Nantinya saya harap semua media di Indonesia mau untuk ikut mempublikasikan scene musik Underground dan segala hal di dalamnya. MAJU UNDERGROUND KITA, HELL YEAH!
"Berbagai cara dilakukan para underground ini untuk lebih mengenalkan musik-musik mereka untuk khalayak ramai."
BalasHapusMusik underground sejati tidak ingin dikenal luas. Kalau pun begitu, sikap idealisme mereka patut dipertanyakan. Dan pembuatan zine bukan untuk dibaca orang awam tapi hanya untuk komunitas atau orang-perorangan yang punya satu visi-misi dan kegemaran dengan scene yang ada.